Sejarah Konflik Moro, di Filipina Selatan
Kajian kontemporer tentang Konflik di pulau
Mindanao, bagian selatan Filipina, mencatat bahwa konflik tersebut
berlansung awal tahun 1970-an. jauh sebelumnya, sebenarnya sudah terjadi
konflik bersenjata di daerah tersebut, yaitu antara Bangsa Moro melawan
penjajah Spanyol, yang menguasai Filipina sejak pertengahan Abad ke-16
hingga Abad ke-19. Sementara Bagian Utara Filipina (Pulau Luzon dan
Visayas). Nama Moro sendiri dikenalkan oleh Pemerintah Kolonial Spanyol
Kepada Masyarakat Muslim yang tinggal di Mindanao dan Zamboga yang
berontak terhadap Pendudukan Spanyol
Di Akhir abad ke-19 kekuasaan Spanyol digantikan oleh Amerika
Serikat (AS). seluruh Filipina, termasuk Mindanao, berada dibawah
Kekuasaan AS, selanjutnya AS mendirikan Komisi Filipina membuat sejumlah
peraturan yang mengakui kekuasaan AS serta peraturan kepemilikan Tanah.
hingga Filipina merdeka, sebagian besar masyarakat Moro menilai yang
didominasi oleh kelompok kristen (Khatolik) telah membuat mereka sebagai
kelompok minoritas dan termarjinalkan
Marjinalisasi itu
semakin dirasakan yang disebabkan oleh Konstitusi Filipina yang
mengabaikan hukum dan Kearifan lokal yang berlaku dikalangan masyarakat
Moro, juga program transmigrasi masyarakat dari utara (Luzon dan
Visayas) ke selatan Mindanao serata aturan-aturan nasional tentang
kepemilikan tanah. pemerintah pusat di Manila menyikapi Konflik tersebut
sebagai ekspresi karakter bangsa Moro yang keras dan kemudian
melancarkan operasi-operasi penertiban. Sebaliknya, bangsa Moro berdalih
tindakan mereka upaya mempertahankan Hak-hak mereka, berkembang sikap
kemudian hari untuk menentukan Nasib sendiri (right to
self-determination) sebagai bangsa yang berdaulat dibawah sistem
Kesultanan Mindanao
Ketegangan Sosial semakin sering terjadi mendorong masing-masing Kelompok, baik masyarakat Moro maupun imigran dari Luzon, membentuk kekuatan Bersenjata sendiri. Situasi semakin diperparah 0leh peruban sosial, demografis dan ekonomi, kelompok muslim Mindanao yang merupakan manyoritas (75%) menjadi minoritas (25%) karena datangnya imigran dari Utara. Daerah-daerah Subur yang tadinya milik kaum Moro, kini telah dikuasai pendatang, Hasil Alam baik dari Hutan, Pertanian dan Perkebunan, mengalir sangat deras kepusat, sementara yang tinggal atau kembali ke Mindanao hanya sedikit, Semua Perubahan ini menjadi pemicu bagi masyarakat Mindanao untuk menempuh perlawanan terbuka dan bahkan bersenjata terhadap pemerintah Filipina
bersambung
Ketegangan Sosial semakin sering terjadi mendorong masing-masing Kelompok, baik masyarakat Moro maupun imigran dari Luzon, membentuk kekuatan Bersenjata sendiri. Situasi semakin diperparah 0leh peruban sosial, demografis dan ekonomi, kelompok muslim Mindanao yang merupakan manyoritas (75%) menjadi minoritas (25%) karena datangnya imigran dari Utara. Daerah-daerah Subur yang tadinya milik kaum Moro, kini telah dikuasai pendatang, Hasil Alam baik dari Hutan, Pertanian dan Perkebunan, mengalir sangat deras kepusat, sementara yang tinggal atau kembali ke Mindanao hanya sedikit, Semua Perubahan ini menjadi pemicu bagi masyarakat Mindanao untuk menempuh perlawanan terbuka dan bahkan bersenjata terhadap pemerintah Filipina
bersambung
Posting Komentar