Kerajaan Nanggroe Daya
Tradisi Pada Kerajaan Nanggroe Daya
“ Sulthan Jamalul Alam Badrul Munir” atau “Po Teu Jamaloy” yang berkuasa pada tahun 1711 – 1735 Masehi, dalam mengambil kebijakannya kurang mendapat sambutan dan tidak disukai oleh Pembesar-pembesar kerajaan di Aceh, sehingga baginda tidak memperoleh dukungan kuat untuk kekuatan pemerintahan pusat“ oleh karena itu baginda sering melakukan kunjungan-kunjungannya untuk mencari simpati dari raja-raja kecil yang merupakan kesatuan dari kerajaan Aceh Darussalam.
Baginda “ Sulthan Jamalul Alam Badrul Munir” atau “Po Teu Jamaloy” melakukan lawatan khusus ke Negeri Daya untuk menertibkan pemerintahan yang sudah semeraut, sesampainya di Negeri Daya Baginda menghimpun semua raja-raja, kepala adat dan unsure lain yang ada kaitannya dengan pemerintahan Negeri Daya, pada kesempatan itu baginda menetapkan beberapa ketentuan yang tidak boleh dilanggar oleh segenap unsure di Negeri Daya, diantaranya:
- Kedaulatan Raja-raja di Negeri Daya tetap berjalan sebagaimana mestinya, hanya pajak usaha yang tetap disetor kepada Raja Aceh Darussalam.
- Keturunan hakim tinggi pada masa “Po Teumeureuhom” ditunjuk sebagai coordinator urusan kehakiman serta melakukan perdamaian jika terjadi perselisihan atau sengketa di antara Raja-raja di Negeri Daya.
- Untuk mengenang jasa “Po Teumeureuhom” menetapkan upacara agung yang diselenggarakan pada setiap 10 Zulhijjah sebagaimana yang selalu diselenggarakan oleh “Po Teumeureuhom”, yaitu upacara “Seumuleng dan Peumeunab” merupakan upacara kenegaraan pada setiap tahunnya, dan ditentukan pula tata cara pelaksanaannya serta badan pelaksana dari turun temurun,.
- Dalam pelaksanaan upacara “Seumuleng dan Peumeunab” yang merupakan upacara kenegaraan, sehingga ditetapkannya pula standard perlengkapan upacara, meliputi:
- Sebidang tanah lapang sebagai alun-alun yang ditengahnya dibangun “balee astaka di Raja” sebagai tempat pelaksanaan upacara, dan disekelilingnya untuk para pengunjung upacara.
- Tidak jauh dari “balee astaka di Raja” dibangun “Balee Peuniyoh” untuk para tamu dan pembesar Negeri yang diundang untuk menyaksikan upacara.
- Jauh sedikit dari “balee astaka di Raja” dibangun “Balee Meunaroi dan Jambo Dabeuh” yang digunakan sebagai tempat dihidangkan kenduri (makanan) dan tempat menyimpan benda-benda “Po Teumeureuhom” sebelum dipakai dalam upacara.Disebelah kiri pentas di Raja duduk para pemimpin peut sagoe Daya yaitu: Teuku Alue Encek, Teuku Muda Kuala, Teuku Datok Johan Syah Banda Meunaga (Kuala Daya), Teuku Datok Perkasa Lamno, dan Keturunan Datok Pahlawan Syah Keuluang.
Tata tertib upacara “Seumuleng dan Peumeunab” yang merupakan upacara kenegaraan, dilaksanakan sebagai berikut:
- Raja memasuki “balee astaka di Raja” dengan diiringi oleh “Wazir” serta pembantunya dijaga oleh panglima. Para hadirin berdiri serta menyambut kedatangan Raja dengan meneriakkan “Daulad Tuanku”.
- Raja mengambil tempat dan dua “Khadam” duduk mengipas raja.
- Acara pembukaan oleh “Wazir” dan mempersilahkan raja untuk menyampaikan amanat kepada rakyatnya dan kepada para hadirin.Pembacaan “Do’a atau Khatam Payang” yang dibacakan oleh “Mufti Besar Negeri Daya atau Mahdum Syah Babah Dua”, atau oleh “Petua Mahkamah Agama Rantoe XII Keuluang Teunom yaitu Teungku Chik Rumpet”.
Posting Komentar